Label:
touring
“Wah.. belagu amat tuh konvoi motor, udah macet begini malah main kaki segala” gerutu seorang bapak bernada jengkel saat membawa mobil di sekitar Cisarua Puncak Jawa Barat hari libur nasional 17 Agustus yang lalu.
“Pak.. konvoi-konvoi motor emangnya
harus ‘gitu ya? Mereka harus main kaki, membunyikan klakson
berulang-ulang, bikin kesel orang aja,” ujar anaknya ikut-ikutan
menggerutu yang duduk dikursi belakang seakan sudah tidak sabar melewati
jalan macet tersebut.
Begitulah kesan negatif yang melekat di
mata masyarakat. Mereka seakan menilai sebelah mata mengenai konvoi
motor yang sering melewati kawasan Puncak Jawa Barat ketika akhir pekan
atau hari libur panjang. Masyarakat menilai konvoi motor itu selalu
menjengkelkan, baik di dalam kota maupun di luar kota. Belum lagi opini
lainnya yang memojokkan pengendara motor sebagai biang kemacetan.
Lalu, apakah kegiatan touring ini
memiliki prosedur tetap atau tata tertib? Atau sebaliknya, mereka emang
seenaknya saja jalan sendiri, teriak-teriak minta jalan, memainkan
klakson, bahkan harus main kaki segala?
Untuk menghindari kesalah-pahaman dan
opini yang mungkin saling bersinggungan, kali ini penulis mencoba
memaparkan tentang petunjuk pelaksanaan (juklak) touring, dan juga
prosedur tetap (protap) touring berikut dengan tata tertib (tatib) yang
berlaku.
Disini penulis menjabarkan mekanisme perhelatan touring sesuai pengalaman pribadi.
Pada prinsipnya sebuah klub motor,
komunitas motor ataupun kumpulan motor lainnya ketika akan melakukan
touring biasanya mereka sudah memiliki juklak, protap, tatib maupun
aturan main touring, termasuk bahasa isyarat konvoi.
Mereka tidak semena-mena hanya menjalankan touring motor tanpa adanya petunjuk dan pengarahan dari seorang leader (pimpinan).
Belajar dari pengalaman bersama
Komunitas/Klub Motor bahwasanya segala ketentuan touring dan tata cara
berkendara seharusnya menetapkan prinsip “Safety Riding” (keamanan
berkendara).
Pada prinsipnya semua Komunitas/Klub
Motor sudah memiliki pemahaman, maupun penerapan ‘Safety Riding’
berlandaskan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah (PP) antara lain:
PP No. 41/1993 Tentang Angkutan JalanPP No. 42/1993 Tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
PP No. 43/1993 Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan
PP No. 44/1993 Tentang Kendaraan dan Pengemudi
UU No. 14/1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Semua anggota Komunitas/Klub motor
memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi) dan melewati proses pengujian yang
benar. Sudah barang tentu pemilik SIM sudah mengetahui sanksi hukum jika
ada pelanggaran yang dibuatnya. Jika benar ada pelanggaran, itupun
pelanggaran per individu dan tidak lagi menjadi kapasitas pengawasan
dari Komunitas/Klub Motor.
Jika memang ada pelanggaran yang
diketahui oleh Pengurus Komunitas/Klub Motor maka biasanya sanksi yang
diberikan teguran melalui tulisan e-mail atau juga ketika acara kopdar
(kopi darat). Namun ada juga komunitas atau klub motor yang melakukan
“publikasi” melalui sarana milis (mailing list). Setidaknya sanksi
melalui publikasi ini dapat memberikan efek jera bagi anggotanya yang
melanggar UU Lalu-Lintas.
Ketika sebuah Komunitas/Klub Motor
melakukan touring, biasanya seluruh rangkaian touring diatur dengan
profesional serta penuh tanggung jawab dari para pengurusya maupun dari
seluruh anggota. Tanggung jawab ini merupakan “harga diri” dari sebuah
nama Komunitas/Klub Motor yang tetap harus dijaga.
DIBAWAH INI ADALAH CONTOH MEKANISME TOURING (tidak baku, hanya sekedar contoh berdasarkan pengalaman penulis)- Membentuk Panitia jika touring melibatkan lebih dari 50 peserta (bikers).
- Menentukan PIC (Person in Charge) atau Group Leader (GL) jika peserta touring di bawah 50.
- Panitia/PIC menyusun acara antara lain: menetapkan lokasi, membuat nama acara, membuat maksud dan tujuan acara, menetapkan waktu pelaksanaan, menetapkan biaya, menetapkan rute perjalanan, menetapkan titik kumpul, dan menetapkan jadwal pendaftaran (batas waktu).
- Panitia/PIC membuat publikasi, undangan dan sosialisasi program acara touring. Sekaligus mencari sponsor (jika memungkinkan).
- Panitia/PIC membuatkan “Surat Jalan” yang dikeluarkan Kantor Polda/Polres/Polsek (salah satu).
- Panitia/PIC menetapkan “Persyaratan Standard Teknis atau Kelayakan Motor” peserta touring.
- Form pernyataan diisi oleh peserta antara lain data-data jika terjadi keadaan darurat, maupun pernyataan dan tanggung jawab peserta jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Setelah jumlah dan nama peserta terkumpul, Pantia/PIC harus menetapkan petugas touring yaitu: ‘Road Captain (RC)’, ‘Vooridjer (VJ)’, dan ‘Sweeper (SW)’ untuk setiap grup.
- Pembagian grup atau konvoi ditetapkan dengan batas toleransi max. 10 (sepuluh) motor per grup dengan interval start sekitar 5-10 menit. Masing-masing Komunitas/Klub memiliki kebijaksanaannya sendiri dan dikondisisikan sesuai dengan rute yang akan dilewati.
- Setiap grup masing-masing bertanggung-jawab atas grup nya sendiri. Jika terjadi pertemuan antara dua grup dalam perjalanan, terpaksa salah satu grup harus memisahkan diri. Bisa jadi grup yang tadinya ada dibelakang, diijinkan untuk melewati grup yang didepan (kasus demi kasus).
- Petugas touring yang dipilih oleh Panitia/PIC harus memiliki jam terbang atau pengalaman touring, karena diharapkan mampu memberikan contoh yang baik kepada anggota lainnya, khsususnya kepada yang baru pertama kali ikut touring.
- Jika tujuan touring ke Lampung (contoh saja), maka Panitia/PIC dari Jakarta lebih dulu menghubungi rekannya di Lampung untuk berkoordinasi perihal penyambutan, pengawalan, penginapan, rencana tujuan wisata di Lampung dan sekitarnya.
- Sebelum start, petugas teknis melakukan ‘screening’ untuk semua motor sesuai isian form pernyataan dan standard pemeriksaan. Jika kondisi motor, atau perlengkapan touring tidak memenuhi syarat, maka peserta dicoret atau tidak boleh ikut serta.
- Sebelum start, petugas ‘Road Captain (RC)’ mengadakan ‘briefing’ sekaligus sambutan dan pengarahan tentang tujuan dan maksud touring, menyampaikan tata-tertib berkendara, serta arti dan makna dari “Safety Riding”.
- Sebelum start, petugas RC harus jelas menegaskan tentang pentingnya ‘hak dan kewajiban sesama pemakai jalan’, ‘keselamatan umum’, ‘opini masyarakat’, ‘mengurangi bunyi klakson’, ‘peraturan lalulintas’ dan semua bikers harus tetap berlaku sopan/santun.
- Sebelum start, petugas RC perlu menjelaskan mengenai rute yang akan dilewati, baik arah pergi maupun arah pulang, sekaligus menentukan titik-titik pemberhentian, menentukan waktu istirahat, dan membuat kesepakatan baru jika ada dan perlu.
- Sebelum start, para peserta yang menggunakan RAKOM (radio komunikasi) harus saling berkoordinasi untuk menentukan saluran frekuensi yang dipergunakan. Pilihan saluran yang harus disiapkan sejak awal minimum ada 2 atau 3 channel, yaitu saluran utama dan saluran cadangan.
- Giliran petugas VJ melakukan pengaturan barisan konvoi sesuai ‘skill riding’ masing-masing peserta. Barisan juga disesuaikan dengan pemilik RAKOM. Pergantian urutan bisa terjadi sesuai kenyamanan maupun pengamatan petugas SW ketika grup berhenti saat isi bensin atau istirahat minum/makan. Segala sesuatunya harus bisa dikondisikan sesuai keadaan di lapangan.
- Petugas VJ wajib melakukan ‘briefing’ tentang tata-cara berkendara selama touring, yaitu menyampaikan “bahasa isyarat touring” atau “hand signal group riding“. Ia harus berdiri ditengah atau didepan semua peserta sambil memberikan contoh semua gerakan-gerakan atau isyarat touring yang berlaku.
- Pada bagian akhir diberikan waktu tanya/jawab. Setelah itu petugas VJ menutup briefing dengan berdoa, kemudian bersiap dimotor untuk segera start.
BAHASA ISYARAT TOURING
Pada bagian terakhir ini ‘VJ Touring’
wajib memberikan simulasi serta menjelaskan arti dari pada “bahasa
isyarat touring” yang harus dilakukan oleh semua peserta secara
berurutan. Jika ‘VJ Touring’ memberikan isyarat kaki diturunkan, artinya
‘VJ Touring’ memberikan tanda ada jalan bergelombang, atau sebagai
tanda ada jalan yang berlubang, atau juga hal lainnya yang bisa
membahayakan grup.
‘VJ Touring’, berada diposisi paling
depan, memberikan bahasa isyarat touring yang kemudian diteruskan secara
berurutan sampai pada peserta di belakang. Hal ini harus dilakukan
karena penerapan “Safety Riding”, yaitu keselamatan berkendara dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
“Bahasa isyarat touring” atau “hand signals group riding”
yang dipergunakan di Indonesia pada umumnya adalah sama sebagaimana
telah dipakai oleh berbagai komunitas maupun klub motor di Indonesia
ketika mereka melakukan touring .
CONTOH GAMBAR (dikutip dari: www.a3hog.com)
Gambar dibawah ini adalah sekedar contoh
yang sekiranya harus dilakoni oleh ‘Petugas VJ Touring’ karena ia akan
memimpin barisan grup, sudah tentu posisinya harus berada di barisan
paling depan. Kemudian bahasa isyarat yang diberikan oleh VJ harus di
ikuti oleh peserta secara berurutan mulai dari peserta nomor dua dan
terus kebelakang.
Namun pada prakteknya contoh
gambar-gambar yang dikutip dari website www.a3hog.com untuk beberapa
isyarat mempunya arti dan makna yang berbeda. Hal ini karena disesuaikan
dengan gaya dan riding style dari setiap komunitas, klub motor, jenis
motor yang dipakai. maupun sikap dari pengendara itu sendiri.
Catatan:
Untuk setiap keterangan yang ada dibawah
ini hanyalah berdasarkan pengalaman pribadi penulis ketika mengikuti
touring secara grup.
1. START MESIN: Petugas VJ memberikan isyarat ‘hidupkan mesin’ dengan tangan kanan keatas sambil memainkan jari telunjuk tangan kanan.
Posisi masih berhenti dan kode start
harus didahului oleh klakson dari petugas SW yang ada paling belakang.
Usai klakson SW tadi, VJ memberikan acungan jempol tangan kanan/kiri
agar dilihat oleh semua peserta, artinya ‘ready to go.’
2. BELOK KIRI: Petugas VJ memberikan isyarat ‘belok kiri’ dengan cara mengayunkan tangan kiri sampai batas pundak sebelum ia belok ke kiri.
3. BELOK KANAN: Petugas
VJ memberikan isyarat belok kanan dengan cara mengangkat tangan kiri
sampai keatas helm, dengan telapa tangan kiri tebuka mengarak kekanana.
Gerakan dilulangi beberapa kali menunjuk kekanan.
4. BAHAYA DI SISI KIRI:
Petugas VJ memberikan isyarat ada ‘bahaya di sisi kiri’ dengan
mengangkat tangan kiri, serta menurunkan tangan kirinya ke bawah sambil
membuka jari telunjuknya. Menunjuk sesuatu kebawah kiri seperti ada
lubang atau jalan rusak. Cara ini jauh lebih baik dari pada dengan
mengangkat kaki.
5. BAHAYA DI SISI KANAN:
Kalau pengendara bisa melepas gas dengan situasi aman, maka isyarat
memberikan ‘bahaya di sebelah kanan’ bisa saja dilakukan dengan
mengangkat tangan kanan dan menunjuk ke arah kanan.
6. BAHAYA DI SISI KANAN:
Petugas VJ jika terpaksa memberikan isyarat ‘bahaya disisi kanan’
dengan cara mengangkat kaki kanan secukupnya. Isyarat ini bukan aksi mau
menendang, tetapi hanya sekedar memberitahukan adanya bahaya dikanan
karena tangan kanan pengendara harus tetap pegang handle gas
7. BAHAYA DI SISI KIRI: Sama
dengan kondisi diatas, Petugas VJ bisa juga memberikan isyarat ada
‘bahaya disisi kiri’ sambil mengangkat kaki kiri secukupnya. Sekali lagi
isyarat-isyarat menggunakan kaki bukan bermaksud menendang, tetapi
hanya memberitahukan ada bahaya di kiri sementara tangan kiri pengendara
harus pegang kopling.
8. TAMBAH KECEPATAN
etugas VJ memberikan isyarat ‘tambah kecepatan’ dengan cara mengangkat
tangan kiri sambil menunjukkan jari telunjuk kirinya. Isyarat ini bisa
juga di lakukan dengan membuka telapak tangan kiri kemudian digerakkan
kedepan berulang-ulang. Gerakan tangan yang lain, yaitu tangan kiri
diangkat ke atas kemudian didorong kedepan. Pesannya mengatakan ‘ayo
maju lagi, yuk kita lebih cepat lagi’. Isyarat ini harus melihat kondisi
jalan, apakah aman serta memungkinkan kecepatan bisa ditambah.
9. KURANGI KECEPATAN: Petugas VJ memberikan isyarat ‘kurangi kecepatan’ dengan cara melepas lengan tangan kiri dari handle kopling dengan secukupnya kemudian telapak tangan terbuka dimainkan atau diayunkan dengan perlahan. Bisa juga lengan tangan kiri secara besar diayun-ayunkan agar terlihat oleh semua peserta. Biasanya isyarat ini dilakukan ketika melewati tikungan-tikungan di pegunungan atau di jalan lurus dimana VJ minta kecepatan dikurangi secara perlahan, atau juga VJ minta extra perhatian grup untuk selalu “hati-hati”.
10. RAPATKAN BARISAN:
Petugas VJ memberikan isyarat ‘rapatkan barisan’ dengan mengangat
tangkat kirinya keatas, mengepalkan telapak tangan kiri kemudian
diayunkan beberapa kali. Isyarat ini bisa juga ketika kecepatan mendadak
diminta VJ agar segera pelan dan kemudian akan berhenti karena “red traffic light” atau bahaya lainnya.
11. BUAT SATU BARIS:
Petugas VJ memberikan isyarat ‘buat barisan jadi satu’ dengan cara
mengangkat tangan kirinya tinggi dan menempatkan telapak tangan kirinya
diatas helm terbuka menghadap ke kanan, kemudian telapak tangan tadi
diayungkan seperlunya. Isyarat satu baris ini juga bisa dengan
mengangkat tangan kiri kemudian memberikan telunjuk satu kiri.
12. BUAT DUA BARIS:
Petugas VJ memberikan isyarat ‘buat dua baris’ dengan cara mengangkat
tangan kirinya sembari memberikan dua jari sebagai tanda angka 2.
Isyarat ini meminta formasi barisan grup menjadi dua dengan syarat
kecepatan rendah, kondisi jalan sepi dan formasi memang layak untuk
berbaris dua. Jika kondisi dua baris sudah tidak mungkin lagi, maka
secepatnya VJ memberikan isyarat satu baris (no. 11).
13. STOP/BERHENTI: Petugas VJ memberikan isyarat “berhenti/stop” dengan cara melepaskan tangan kirinya dari handle kopling kemudian telapak kirinya dibuka ke belakang sambil dimainkan atau digoyang-goyang menandakan harap segera berhenti. Isyarat ini jarang dipergunakan karena isyarat no. 10 rapatkan barisan dipakai sekaligus untuk berhenti.
Seluruh keterangan mekanisme touring,
maupun bahasa isyarat VJ yang telah dipaparkan diatas bukanlah suatu hal
yang baku. Sebenarnya masih banyak lagi mekanisme touring, maupun
isyarat-isyarat lainnya yang bisa dipergunakan ketika berkendara bersama
grup. Semua mekanisme touring dan bahasa isyarat tetap disesuaikan
dengan kebutuhan, juga perkembangan dari setiap grup, komunitas maupun
klub motor yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar